
Ilustrasi gambaran anak yatim sedang berdoa, sumber: Rumah Amal Salman
Bulan Muharrom adalah bulan lebaran anak yatim. Pada bulan ini, anak yatim banyak yang diundang untuk hadir di acara, mulai dari pemerintah, instansi, perusahaan, dan lembaga sosial. Ada yang memberi santunan, mengajak berbelanja, rekreasi ke tempat wisata, bahkan membelikan keperluan sehari-hari.
Kedermawanan masyarakat Indonesia memang tidak diragukan lagi. Sudah 6 tahun berturut Indonesia mendapat penghargaan sebagai negara nomer wahid di dunia menurut World Giving Index. Memberi adalah aktivitas yang bernilai positif. Anak yatim sangat membutuhkan uluran tangan dari mereka yang hidup berkecukupan.
Sayangnya aktivitas kebaikan itu belum disertai dengan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh anak yatim. seringkali kita melihat acara yang menghadirkan anak yatim adalah acara seremonial belaka. Diundang, diberi santunan, berfoto bersama, diupload di media, kemudian pulang. Anak yatim menjadi pelengkap dari sebuah acara meriah yang diadakan. Hal ini bisa jadi menambah kesedihan bagi anak yatim. Anak yatim hanya akan berada dalam lingkaran kemiskinan.
Anak yatim sangat dekat dengan kemiskinan. Meskipun sebagian kecil anak yatim masih memiliki keluarga berkecukupan, namun sebagian besar anak yatim hidup dalam keterbatasan. Jika anak miskin lebih banyak kekurangan dari faktor ekonomi, anak yatim memiliki beban ganda, yaitu kekurangan ekonomi sekaligus tidak memiliki orangtua. Jika sudah begitu anak yatim akan mengalami kemiskinan dan memiliki masa depan yang suram.
Anak Yatim Rentan Menjadi Miskin
Berdasarkan data dari UNICEF dan World Bank tahun 2023, sekitar 333 juta anak di dunia hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Di Indonesia, sekitar 30 juta anak hidup dalam kemiskinan . Menurut penelitian dari Smeru Institute sekitar 40 persen anak miskin saat dewasa nanti akan tetap miskin. Selain itu, hasil penelitian dari Smeru Institute juga menunjukkan pendapatan anak-anak miskin setelah dewasa, 87 persennya lebih rendah daripada mereka yang berasal dari keluarga tidak miskin.
Menjadi keluarga miskin tentunya memiliki sumber dana dan daya yang sangat terbatas. Keterbatasan sumber tadi sangat mempengaruhi dalam cara berpikir, tingkat pendidikan, dan ketidakberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Penelitian terbaru dari Suhendar dkk. (2024) menunjukkan bahwa keluarga miskin di Indonesia menghadapi keterbatasan akses dan kualitas pendidikan yang nyata.
Anak-anak dari keluarga kurang mampu seringkali terpaksa putus sekolah bukan karena tidak ingin belajar, melainkan karena mereka harus membantu orang tua bekerja, Dalam kondisi seperti ini, tidak mengherankan bila kemiskinan menjadi siklus yang terus berulang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lingkaran setan kemiskinan ini jika tidak dihentikan akan fatal untuk masa depannya.
Memutus Kemiskinan
Anak yatim juga rentan hidup dalam kemiskinan multidimensional. Mereka bukan sekadar tidak mampu secara ekonomi, namun mereka tidak memililiki kapabilitas dalam pendidikan, kesehatan, lingkungan yang baik.
M. Quraish Shihab (2017) mengungkapkan bahwa anak yatim jangan hanya diberi makan, akan tetapi pada hakekatnya pelayanan dan perlindunganlah yang diharapkan oleh anak yatim. Anak yatim memerlukan pendidikan, pelayanan kesehatan dan rasa aman. Tanpa semua itu anak yatim akan dapat terjerumus dalam kebejatan moral, yang dampak negatifnya tidak hanya terbatas pada diri anak yatim saja, namun dapat juga mempengaruhi lingkungannya, bahkan dapat mengakibatkan terganggunya ketenangan masyarakat.
Apa yang dikatakan oleh M. Quraish Shihab adalah refleksi serius kita sebagai warga negara. Sejauh mana keseriusan negara dalam memberi perlindungan untuk anak yatim, terlebih pengentasan kemiskinan secara keseluruhan. Anak yatim dan kemiskinan adalah isu sosial yang sangat kompleks dan membutuhkan perhatian serius. Ada faktor pendidikan, kesehatan, dan lingkungan yang perlu dibenahi.
Pendidikan menjadi salah satu solusi anak yatim bisa memiliki impian ke depan. dengan pendidikan, setidaknya mereka bisa belajar, berpikir, dan mengubah hal-hal yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan kemiskinan. Maka dengan pemberian beasiswa, atau memberikan jaminan hidup layak, adalah solusi daripada sekadar acara santunan seremonial belaka.
Mereka adalah penerus generasi mendatang. Baik buruknya generasi mendatang, tergandung bagaimana mendidik generasi hari ini. Ada banyak tokoh-tokoh besar di dunia yang semasa kecilnya menjadi yatim, namun saat dewasa menjadi tokoh berpengaruh yang membawa kemaslahatan untuk umat manusia. Jika anak-anak yatim dipelihara dengan serius oleh negara maupun masyarakat, bukan tidak mungkin mereka kelak menjadi salah satu generasi yang akan membawa perubahan bagi Indonesia.