
Teguhimami.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan resmi mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 16 Agustus 2021. Melalui pernyataan dalam konferensi persnya, Luhut mengungkapkan jika perpanjangan ini sebagai bagian dari menjaga momentum menurunnya kasus Covid-19.
Kasus harian Covid-19 memang terbukti turun. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada Rabu (01/08/2021) penambahan pasien sembuh tersebut membuat total penyintas Covid-19 di Indonesia menembus 3,211 juta orang. Kenaikan data kesembuhan tersebut terjadi ketika ada penurunan kasus harian menjadi 30.625 orang, turun dibandingkan kemarin 32.081 orang. Dengan begitu total kasus Covid-19 di Indonesia sepanjang pandemi mencapai 3,749 juta orang.
Sayangnya, penurunan itu sejalan dengan penurunan tingkat ekonomi masyarakat kecil. Di berbagai daerah di Surabaya, Bali, Jogyakarta, Jawa Barat, Jakarta dan beberapa daerah lainnya, para pedagang, pemilik warung, pelaku Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM), beramai-ramai mengibarkan bendera putih. Dagangan mereka tidak laku.
Pengibaran bendera putih adalah simbol ketidakberdayaan. Selain menyerah, bendera putih juga sebagai panggung kritik para pedagang kepada pemerintah yang kecewa dengan kebijakan penanganan pandemi yang tidak memperhatikan nasib wong cilik. Bagaimana tidak, lebih dari setahun mereka berada dalam gempuran pandemi terus menerus. Di tambah, sejak diberlakunya PPKM, pemerintah belum memberikan solusi kongkrit untuk para pedagang.
Bulan Merah Putih
Bagi masyarakat Indonesia, bulan Agustus selalu identik dengan kebahagiaan. Momentum bulan ini adalah momen kemerdekaan bangsa Indonesia. Dulu, pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegasangan Timur No. 56, Jakarta, Bung Karno didampingi Bung Hatta, membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Memperingati puncak perjuangan mereka. Puncak kemenangan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Arifin Suryo Nugroho dalam Detik-Detik Proklamasi: Saat-Saat Menegangkan Menjelang Kemerdekaan menggambarkan bagaimana setiap detik bulan Agustus ini sebagai detik yang menentukan. Semangat merah putih dan ingin merdeka, ada di setiap dada masyarakat Indonesia. Golongan muda, dengan semangat mudanya, mendorong agar kemerdekaan segera dideklarasikan. Begitu juga dengan golongan tua, dengan sifat mengayominya, juga merancang kemerdekaan dengan cara yang bijaksana.
Kemerdekaan Indonesia bukan kemerdekaan semu. Juga bukan hasil dari keringat beberapa gelintir masyarakat. Hasil Kemerdekaan itu merupakan pekerjaan mayoritas masyarakat Indonesia. Dengan jiwanya, darahnya, senjatanya, bersatu untuk mengusir penjajahan, bersatu untuk kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan pun, masyarakat Indonesia tidak berhenti memperingati hari kemerdekaan. Hampir setiap tahun, masyarakat Indonesia berduyun-duyun memperingati hari kemerdekaan dengan tradisi, adat, dan keyakinannya. Memasang bendera merah putih di depan rumahnya masing-masing.
Sayangnya pada bulan Agustus tahun ini, sebagian masyarakat Indonesia tidak bisa sesemarak mengibarkan bendera merah putih seperti dulu. Sebagian mereka mengibarkan bendera putih. Datangnya bulan yang semestinya dirayakan dengan kebahagiaan, malah terbalik, merayakan bulan dengan ketidakberdayaan.
Menghindari Bendera Putih
Beberapa bulan setelah pandemi Covid-19, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei yang tidak menggembirakan. BPS mendapati bahwa sektor akomodasi dan makan minum menjadi yang paling terdampak Covid-19 dengan presentase mencapai 92,4 persen. Sektor usaha yang juga masuk dalam kategori paling terdampak adalah jasa lainnya (90,9 persen) dan transportasi pergudangan (90,3 persen).
Hasil survei tersebut diakibatkan karena penurunan konsumsi masyarakat. survei juga merekam bahwa angka UMKM penurunan pendapatan drastis. Presentasinya berkisar di angka 80 persen.
Data-data ini merupakan realita ketidakberdayaan pelaku usaha menghadapi situasi pandemi. Di sisi lain, kebijakan pemerintah dalam bantuan ekonomi untuk masyarakat kecil juga belum berdampak banyak. Kementerian sosial pun mengakui bahwa terdapat persoalan mendasar yang membuat pelaksanaan program bantuan dari pemerintah terhambat.
Sering kita melihat, Menteri Sosial tri Rismaharini melakukan sidak ke beberapa daerah, hasilnya kita melihat adanya ketidakberesan bantuan kepada masyarakat penerima bantuan.
Kendala-kendala tersebut sebagaian besar memang bersifat teknis. Namun teknis itulah yang menentukan penerima bantuan mendapatkan bantuan. Terlebih kasus verifikasi dan integrasi pendataan yang buruk hingga persoalan keterlambatan penyaluran bantuan.
Mirisnya lagi, kita melihat di sejumlah lokasi masih ditemukan penyaluran yang tidak sesuai ketentuan, mulai dari adanya pemotongan dari nilai yang harus diterima hingga proses penyaluran bantuan yang tidak langsung kepada masyarakat sasaran penerima.
Sebagai masyarakat, tentu kita tidak menginginkan adanya masyarakat yang meninggal karena Covid-19. Tetapi tentu saja kita tidak berharap ada masyarakat yang meninggal karena kelaparan.
Pada bulan Agustus ini, Bung Karno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang disambut masyarakat Indonesia dengan gembira, bertepuk tangan, dan memperingatinya dengan sukacita. Tentunya kita juga berharap, saat Presiden Joko Widodo maupun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membacakan teks perpanjangan PPKM, masayakat Indonesia juga bisa berbahagia. Sebab fakir miskin dipelihara oleh negara, bukan mengandalkan lembaga.